JAKARTA. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) akhirnya bisa mengaudit penerimaan pajak. Departemen Keuangan (Depkeu) sudah memberikan izin bagi BPK unutk mengaudit penerimaan pajak, termasuk memeriksa data wajib pajak ( WP ).
Hanya saja, akses audit yang diberikan tersebut masih terbatas. “ Tetapi, ini tetap lebih baik. Soalnya, pengawasan perlu dilakukan karena perpajakan dengan sistem self assessment tanpa pengawasan sama dengan pencurian,” ujar Ketua BPK, Anwar Nasution, Selasa (21/4).
Kesepakatan ini mengakhiri sengketa panjang antara BPK dan Depkeu yang sempat berujung ke meja siding Mahkamah Konstitusi ( MK ). Tahun lalu, MK mengandaskan keinginan BPK untuk mengakses data perpajakan. MK mengandaskan keinginan BPK untuk mengakses data perpajakan. MK menetapkan data wajib pajak perlu dilindungi oleh Pemerintah.
Undang – undang (UU) No. 28/2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) menegaskan, data WP adalah rahasia dan BPK harus meminta izin dulu ke Menteri Keuangan bila ingin mengaudit. Akibatnya, laporan keuangan Pemerintah pusat selalu diganjar opini disclainmer ( tidak ada pendapat ) oleh BPK.
Karenanya, MK meminta BPK dan Depkeu duduk bersama untuk menyusun nota kesepahaman ( MoU ) yang menetapkan tata cara BPK memeriksa data wajib pajak. Depkeu setuju tetapi BPK tidak mau ada MoU.
Mekanisme akhirnya memang tanpa MoU. Sederhana saja, nanti Direktur Jenderal Pajak akan mengeluarkan Surat Edaran yang menyebutkan kantor pajak dimana pun siap menyediakan data bagi BPK. “ Kami berikan daftar data yang dibutuhkan dan pajak menyediakan datanya,” kata Auditor Utama II BPK, Syafrie Adnan Baharuddin.
Tetapi Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak Djoko Slamet Surjoputro mengatakan, Ditjen Pajak hanaya memberikan data WP yang bersifat umum saja kepada BPK. “ Data individual WP tetap harus dijamin sesuai UU kareana kalau bocor, petugas pajak bisa terkena sanksi pidana, “ katanya.
Meski data yang diizinkan terbatas, tapi BPK bisa mengandakan data WP tanpa disertai data identitas WP.