JAKARTA: Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) mengharapkan pembahasan pembebasan pa-jak pertambahan nilai (PPN) bagi otoritas jasa keuangan dalam Rancangan UU PPN juga mengakomodasi kepen-tingan industri komoditas berjangka.
Direktur Utama BBJ Hasan Zein Mahmud mengatakan institusinya merupakan salah satu otoritas jasa keuangan (OJK) yang seharusnya mendapat perlakuan yang sama dengan OJK lainnya dalam hal pembebasan PPN.
"Kami akan ajukan permohonan equal treatment ke Direktorat Jenderal Pajak terkait dengan usulan pembebasan bagi jasa keuangan syariah yang sedang menunggu hasil. Kami ingin diperlakukan sama," katanya kepada Bisnis akhir pekan lalu.
Dia melanjutkan BBJ pernah mengajukan permohonan pembebasan PPN kepada Ditjen Pajak Departemen Keuangan pada 2001, tetapi hingga kini permintaan itu belum mendapat tanggapan dari otoritas fiskal.
Kemungkinan pemberian fasilitas pembebasan PPN bagi jasa keuangan syariah, sambungnya, mendorong BBJ untuk mengajukan kembali usul-annya yang diajukan sekitar delapan tahun lalu itu.
Hasan menjelaskan pajak yang selama ini ditetapkan adalah setiap komisi yang dipungut pialang, berdasarkan transaksi yang diamanatkan nasabahnya, dikenai PPN 10% dan biaya yang dipungut BBJ dan PT Kliring Berjangka Indonesia (KBI) sebesar Rp10.000 per lot juga dikenai pungutan yang sama.
Direktur BBJ Jahja W. Sudomo memperkirakan posisi BBJ yang berada di bawah pengawasan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi, Departemen Perda-gangan menjadi salah satu penyebab usulan pada 2001 itu belum diakomodasi.