JAKARTA. Pemerintah memiliki jurus kilat untuk menggerakkan ekonomi tahun ini. Caranya, pemerintah kembali menaikkan batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) menjadi Rp 54 juta per tahun atau Rp 4,5 juta per bulan, bagi wajib pajak lajang. "Kenaikan PTKP ini berlaku Juni," kata Bambang Brodjonegoro, Menteri Keuangan, Rabu (6/4).
Saat ini batas PTKP yang berlaku adalah Rp 36 juta per tahun atau atau Rp 3 juta sebulan. Ketentuan tersebut ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 122/PMK.010/2015 tentang Penyesuaian PTKP.
Kenaikan PTPK ini jelas kabar baik bagi pembayar pajak. Sebab, kenaikan PTKP akan mengurangi perhitungan nilai penghasilan pribadi yang dihitung sebagai penghasilan kena pajak. Dari penghasilan bruto Anda sebulan, misalnya Rp 6 juta, penghasilan yang diitung sebagai objek pajak adalah Rp 1,5 juta.
Dus, pembayaran pajak Anda pun berkurang. Sebagai gantinya, uang yang Anda terima lebih besar.
Nah, kenaikan PTKP ini dipercaya bisa meningkatkan daya beli masyarakat. Belanja masyarakat akan naik sehingga bisa mendorong pertumbuhan ekonomi. Alhasil, Bambang yakin langkah ini akan didukung DPR.
Namun Bambang menyadari, di sisi lain kebijakan ini menggerus penerimaan pajak tahun ini. Kalkulasi Kementerian Keuangan, penerimaan pajak akan berkurang Rp 18 triliun dari kebijakan ini.
Toh Bambang yakin, kebijakan ini bakal menggulirkan ekonomi. Sebab, jika penghasilan masyarakat yang diterima setiap bulan bertambah dari sebelumnya, konsumsi masyarakat akan meningkat. Para pengusaha akan senang karena penjualan produk mereka akan meningkat. Kenaikan PTKP ini pun dipercaya mengerek investasi swasta.
Bambang menghitung, kebijakan ini bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi lebih tinggi sekitar 0,16%. Tahun ini pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3%. Namun akibat daya masyarakat masih lemah di kuartal I ini, hingga akhir tahun, pertumbuhan ekonomi maksimal 5%, seperti perkiraan terbaru ekonom Bank Mandiri Anton Gunawan
Sejatinya, kebijakan kenaikan PTKP telah dilakukan pemerintah pada pertengahan tahun lalu menjadi Rp 36 juta setahun atau Rp 3 juta per bulan, dari batasan PTKP sebelumnya Rp 24,3 juta atau Rp 2,02 juta per bulan. Namun, kebijakan tersebut dinilai belum mampu menyokong ekonomi tahun lalu. Konsumsi masyarakat sebagai penyumbang terbesar pertumbuhan ekonomi malah menurun.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menujukan, sejak 2012 pertumbuhan ekonomi Indonesia bergantung pada konsumsi rumah tangga. Tetapi, khusus di 2015 pertumbuhannya hanya tercatat 4,96%. Itu merupakan pertumbuhan terendah. Sebab, sejak 2012 hingga 2014 pertumbuhan konsumsi selalu di atas 5%.
Juniman, ekonom Maybank menilai ekonomi domestik saat ini masih melambat karena konsumsi masyarakat belum pulih. Padahal pemerintah telah menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM). Dia yakin rencana kenaikan PTKP tahun ini akan lebih membantu meningkatkan daya beli. Sebab lebih menyasar masyarakat menengah yang memang tingkat konsumsinya besar.
Pengamat pajak Yustinus Prastowo mengatakan, potensi penerimaan pajak yang hilang lebih besar dari potensi penerimaan akibat peningkatan konsumsi. Meski begitu, dia melihat dampak kebijakan ini membantu meningkatkan penghasilan masyarakat