JAKARTA, Asosiasi Jasa Alat Berat Industri dan Pertambangan merevisi kembali proyeksi keuntungan dalam bulan berjalan, menyusul krisis ekonomi global dan kondisi likuiditas dalam dan luar negeri yang ketat.
Hal ini dilakukan karena terjadi penurunan investasi perusahaan penyewa jasa alat berat, akibat pembatasan ekspor komoditas yang diminta oleh negara-negara di Amerika Serikat, Eropa, dan Tiongkok.
Karena itu, pemerintah diminta memberikan insentif dalam bentuk penundaan pungutan pajak kendaraan bermotor atas alat berat, sehingga pertumbuhan sektor riil industri dan pertambangan bisa berjalan. Pasalnya, sekitar 70–80% sektor riil industri, pertambangan, dan perkebunan digerakkan oleh jasa alat berat. Penundaan pungutan tersebut akan sangat membantu pertumbuhan pabrikasi dan investasi alat berat dalam negeri.
Ketua Umum Asosiasi Jasa Pertambangan Indonesia (Aspindo) Tjahyono Imawan mengungkapkan, sektor jasa alat berat industri dan pertambangan adalah pihak yang tidak secara langsung merasakan dampak dari resesi ekonomi global. Namun, akibat turunnya permintaan luar negeri terhadap komoditas galian dan produk industri dalam negeri, pengusaha pertambangan, industri, dan perkebunan membatasi penyewaan jasa alat berat.
“Di lain pihak, pengusaha alat berat akan memperketat proyek yang terfokus pada margin penyewaan yang lebih menguntungkan. Tidak ada proyek spekulatif tanpa perhitungan keuntungan yang jelas dalam kondisi resesi saat ini,” ujarnya kepada Investor Daily di Jakarta, Sabtu (25/10).
Tjahyono menambahkan, yang memberatkan pengusaha alat berat adalah pungutan pajak kendaraan bermotor yang mulai ditagih pihak pemerintah daerah (pemda). Penurunan investasi menyebabkan pengadaan alat berat baru akan tertunda. Pengusaha alat berat lebih memilih memperpanjang pemeliharaan (maintenance) alat untuk mempertahankan kualitas dan usia alat berat.
“Tanpa penambahan investasi, penurunan penyewaan, dan likuiditas dalam negeri yang ketat, pungutan pajak kendaraan bermotor terasa lebih berat,” kata dia.
Sebelumnya, asosiasi jasa alat berat industri dan pertambangan sepakat membayar pajak dan bea balik nama (PKB/BBNKB) kendaraan bermotor atas alat berat terhitung 2008. Namun, asosiasi masih keberatan dengan pengenaan pajak alat berat sekitar 3,5% yang berlaku surut sejak 2002. Pungutan pajak yang berlaku surut tersebut dikawatirkan menyebabkan krisis finansial, yang berdampak pada berhentinya operasional perusahaan penyedia jasa alat berat tersebut.
Tjahyono berharap, pemerintah meberikan dukungan agar pengenaan pajak kendaraan bermotor tersebut ditunda, hingga kondisi perekonomian bisa pulih. Asosiasi juga mengharapkan bantuan pemerintah agar bank dalam negeri tidak mempersulit proses pinjaman bank untuk memperluas investasi di sektor alat berat industri dan pertambangan.