JAKARTA: Departemen Perindustrian memasukkan 20 kelompok industri dalam daftar sektor usaha yang diusulkan memperoleh insentif fiskal, antara lain berupa pembebasan pengenaan PPh 30% selama 6 tahun.
Usulan Depperin tersebut telah tercantum dalam draf revisi Peraturan Pemerintah (PP) No 1/2007 tentang Fasilitas PPh untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha dan Daerah Tertentu. Draf revisi PP itu telah difinalisasi dan diharapkan dapat berlaku pada Oktober 2008.
Sekjen Depperin Agus Tjahajana Wirakusumah menjelaskan draf akhir usulan revisi PP No 1/2007 itu telah ditandatangani sejumlah menteri ekonomi pada 22 Agustus 2008. "Posisi sekarang tinggal menunggu pengesahan oleh Presiden. Kalau sudah ditandatangani Presiden baru bisa diimplementasikan," katanya, kemarin.
Pada dasarnya, kata Agus, seluruh menteri ekonomi dalam Kabinet Indonesia Bersatu menyetujui pemberikan insentif fiskal itu untuk investasi baru di sektor industri. "Seluruh menteri sudah setuju," ujarnya.
Adapun, 20 kelompok baru sektor industri yang diusulkan mendapatkan insentif tersebut antara lain industri makanan, susu, tekstil dan pakaian jadi, bubur kertas (pulp), kertas dan kertas karton, dan bahan kimia industri.
Selain itu, bahan farmasi, karet dan barang dari karet, barang-barang dari porselen, alat laboratorium dan alat listrik, logam dasar besi dan baja, logam dasar bukan besi, mesin dan perlengkapannya, serta motor listrik.
Subindustri permesinan di bidang generator dan transformator diusulkan juga mendapatkan insentif tersebut. Selain itu sektor elektronik dan telematika, alat angkut darat, pembuatan dan perbaikan kapal, penyamakan kulit, bahan kosmetik, serta stapel buatan dan batu baterai kering telah dimasukkan dalam daftar.
Agus menambahkan insentif yang telah digulirkan sejak tahun lalu itu ditujukan guna merangsang masuknya investasi asing di sektor industri manufaktur. Investasi asing yang masuk diharapkan bisa mendorong pertumbuhan industri manufaktur nasional yang terus merosot akibat akumulasi sentimen negatif dari luar dan dalam negeri.
"Untuk itu, industri nasional perlu didukung insentif untuk memacu pertumbuhan pada masa depan," katanya.
Masih minim
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Sofjan Wanandi mengatakan sejauh ini masih sedikit pengusaha manufaktur yang memanfaatkan fasilitas insentif pajak penghasilan (PPh) seperti diatur PP No. 1/2007 karena ada sejumlah persyaratan yang tidak mudah dipenuhi.
"Contoh di sektor tekstil, disyaratkan harus memiliki buruh paling sedikit 500 orang pekerja selama lima tahun berturut-turut. Padahal sekarang pengusaha tekstil lebih suka menggunakan mesin karena lebih efisien," katanya.
Dia menilai pemerintah tidak sepenuh hati dalam memberikan insentif pajak tersebut karena persyaratan untuk mendapatkan fasilitas tersebut dibuat sedemikian rupa agar sulit dipenuhi oleh pengusaha.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), kinerja pertumbuhan industri manufaktur nasional pada kuartal kedua 2008 hanya 4,43% atau menurun dibandingkan dengan kuartal I/2008 yang sebesar 4,54%.
Pada tahun ini, pemerintah hanya menargetkan pertumbuhan industri sebesar 5%, padahal realisasi tahun lalu mencapai 5,15%.
Krisis energi di dalam negeri yang dipicu lonjakan harga minyak dunia turut menyebabkan kemerosotan kinerja pertumbuhan industri manufaktur nasional.
Di samping itu, kata Sofjan, masalah klasik seperti maraknya penyelundupan, minimnya infrastruktur, dan hambatan birokrasi masih membuat pertumbuhan sektor manufaktur nasional cenderung melambat.
Yusuf Waluyo Jati