Follow Us :

JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah didesak untuk segera membereskan kasus penggelapan pajak. Dalam sepuluh tahun terakhir, negara kehilangan potensi penerimaan sekitar Rp 500 triliun karena hampir 2.000 perusahaan penanaman modal asing tidak membayar pajak.
 
Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro melaporkan hal ini kepada Presiden Joko Widodo dalam Rapat Terbatas Tindak Pidana Pencucian Uang dan Penggelapan Pajak di Kantor Presiden, Kompleks Istana, Jakarta, Senin (21/3).

Saat membuka rapat, Presiden Joko Widodo meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Kepolisian Negara RI, Kejaksaan Agung, dan Direktorat Jenderal Pajak bersinergi dan meningkatkan koordinasi yang lebih solid merespons kasus dugaan penggelapan pajak dan pencucian uang.

Presiden juga meminta Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan dilibatkan dalam pengawasan sektor-sektor yang rawan tindak pidana pencucian uang, yang berkaitan dengan narkoba, perdagangan ilegal, dan transfer pricing. "Semua harus betul-betul bekerja secara sinergis di lapangan. Jangan sampai ada lagi ego sektoral sehingga terjadi gesekan dan benturan dalam penegakan hukum kita," ujar Presiden.

Menkeu menyatakan, 2.000 perusahaan penanaman modal asing (PMA) tidak membayar pajak dengan alasan masih mengalami kerugian. Padahal, menurut perhitungan atau pemeriksaan pajak, seharusnya mereka membayar rata-rata Rp 25 miliar setahun. "Ini juga bagian dari penggelapan pajak yang harus dibereskan," kata Bambang setelah rapat terbatas.

Kementerian Keuangan juga menemukan 5 juta wajib pajak yang memiliki lebih dari satu sumber pendapatan. Namun, ternyata baru 900.000 wajib pajak yang benar-benar membayar pajak dengan nilai hampir Rp 9 triliun. "Artinya, ada unsur ketidakpatuhan di dalam membayar pajak pribadi," ujar Menkeu.

Kemenkeu telah memiliki data berkaitan dengan rekening warga negara Indonesia di luar negeri. Bambang berharap, nantinya dengan skema pengampunan pajak, dana tersebut bisa kembali ke Indonesia atau paling tidak diumumkan secara terbuka. "Polanya biasanya dibentuk special purpose vehicle (SPV) di sejumlah tempat di dunia, yang paling populer untuk Indonesia adalah British Virgin Island. SPV tersebut menyimpan uangnya di salah satu negara dan kami sudah identifikasi, baik bank maupun rekeningnya," tutur Menkeu.

Bahkan, Bambang mengatakan, sedikitnya 6.000 WNI memiliki rekening bank di satu negara dan ada 2.000 SPV yang berkaitan dengan mereka. Dana yang tersimpan itu hingga kini belum tercatat sebagai aset yang dilaporkan dalam surat pemberitahuan tahunan pajak.

"Tentu ini bagian yang kita kejar. Kita harapkan pemilik uang dengan sukarela melaporkan atau ikut di dalam program pengampunan pajak," ujar Bambang. Temuan itu akan menjadi perhatian pemerintah. Untuk menyelesaikan ini, perlu kerja sama Direktorat Jenderal Pajak dan PPATK. Untuk itu, akan dikembangkan sistem teknologi informasi terintegrasi.

error: Content is protected